Guyang dan Kenangan Baik dari Ayah

Wabah? Dunia Selalu Terbagi Dua Sisi


Hawa pilpres masih kental terbawa pada wabah yang hadir di tengah negeri ini. Beranda masih terbagi dua, terbagi pada kubu yang mati-matian membela penguasa. Dan kubu yang merasa mati--karena dikecewakan, membela terus isi perutnya.

Masih banyak yang belum pandai melihat dengan kacamata dua lensa. Banyaknya rabun, tak paham kondisi sesungguhnya.

Hasilnya? Otak mereka hanya terisi satu sisi penglihatan. Tanpa mengetahui sisi pikir, lawan berpikirnya.

Informasi yang diterima ditelan bulat-bulat. Tanpa verifikasi, main sebar saja. Main telan saja, bak tahu bulat.

Padahal? itu hanyalah sebatas ego dari kekaguman atau bisa dari kekecewaan belaka.

Memang, ritme macam ini sudah hukum alam. Dunia selalu terbagi dua sisi. Kiri dan kanan. Pendukung dan oposisi.

Tapi, di tengah lenyapnya ratusan nyawa, apakah pantas? Ritme politik dibawa-bawa ke tengah panasnya wabah ini?

Dan politik macam ini, praktisinya bukan lagi kaum elit. Tapi masyarakat menengah bawah. Sudah selayaknya kita menjadi bangsa yang merdeka. Merdeka dalam berpikir, dan adil dalam menyikapi.

Ketika penguasa keliru. Mari kita kritisi kebijakannya. Tak terlebih seorang pendukung ataupun bukan. Hajar saja kebijakan kelirunya.

Namun ketika penguasa mengeluarkan kebijakan baik, mari berbondong-bondong mendukungnya. Tanpa pandang bulu--siapa dirimu.

Hentikan pola pikir sama rata--flat. Kubu pemerintah mati-matian membela dan kubu oposisi mati-matian menentang hingga lelah. Cara pandangnya flat, masih terbawa arus politik tahun lalu.

•••

Bisa jadi ..., bukan penguasanya! Tapi warganya saja yang tidak merdeka. Terbelunggu kefanatikan semu. Terbelenggu kemalasan membaca. Terbelenggu kemalasan memahami data.  

Lalu, bisakah kamu bertanya pada dirimu sendiri--akan sampai mana nyawa yang hilang? Dan apakah bangsa akan tetap terbagi menjadi dua?

Bisakah "menyalahkan" menjadi sebuah solusi?

-
aashoslah
April, 02 2020.

Komentar