Guyang dan Kenangan Baik dari Ayah

MALAKA? Sampai Habis Kebodohan


Yang saya maksud bukan Tan Malaka, ya. Tapi seseorang yang mengatakan:

"Di atas langit masih ada langit, di bawah kebodohan masih ada yang jauh lebih bodoh,..."

lanjut;

"Buktinya orang yang bodoh banyak sekali followersnya."

Istri diam saja mendengar itu, tetap fokus memandangi video di layar handphonenya. sedangkan saya sedikit memutar otak.

Alah,...

Iya juga ya, orang-orang bodoh itu banyak sekali pengikutnya. Artinya yang mengikutinya jauh lebih bodoh, dong?

Terus saja seperti MLM, nanti si follower ini menyebarkan ide-ide orang yang dijungjunnya.

Kemudian ada yang percaya atas kebohongan itu, lalu disebarkan lagi. Terus, terus dan terus .... Sampai habis kebodohan.

Ini tafsiran saya secara subjektif, pria yang sering di sapa Gus ini tidak menyebutkan demikian. Tapi pikiran saya langsung ke sana. Meranjah liar.

Istri melanjutkan menonton videonya, saya diam. Pikiran sedikit manteng tentang "Ilmu Malaka" yang disebutnya.

~

Untuk menjadi benar tidak perlu dalih kebenaran, untuk menjadi baik tidak perlu berdalih baik. Mungkin ini maksud yang bisa saya simpulkan.

~

Juga .... Cocoklogi versi saya, malaka lebih ke mazhab filsafat stoisisme alias belakangan ini sering dikenal dengan "filosofi teras".

Tentang menjalani hidup yang lebih santuy tanpa urak-urakan, baik dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan bukan sesama.

Pria yang saya maksud adalah KH. A. Mustofa Bisri. Guyonnya beliau:

"Ceramah itu nggak usah pake dalil, yang pake dalil itu yang masih pemula. Dikit-dikit pake dalil, dikit-dikit tanya dalilnya apa? Itu mah orang yang baru mengenal dalil."

Kurang lebih demikian, dengan nada guyon.

Lanjut;

"Ibarat santri yang baru belajar kitab A, pasti dalil yang keluarnya cuma dari kitab A saja. Dan terus yang di omonginya itu itu saja. Karena ilmunya baru sampe sana."

Nah,

Sebelumnya, paktek berfoto sembari pegang camera DSLR juga, kemungkinan besar mencirikan orang tersebut masih pemula, mencirikan baru mencicipi DSLR. Ini pernah saya praktekan. Tepatnya mengalami sendiri.

Dalam hal lain saya juga merasa demikian, tanpa orang lain ingin tau---saya tunjukan sendiri keamatiran saya di sosial media. Dan tanpa sadar bahwa saya ini adalah bodoh adanya, saya ini masih pemula.

Sampai di sini dapat dilihat juga kadar seseorang, kan?

Apalagi di zaman yang mumpuni ini, ditambah hadirnya budaya berkelimpahan. Lengkap sudah, tinggal tengok beranda sosial medianya. Oh, tidak! Siapa dia?

~

Kembali lagi ke Gus Mus, "berceramah di zaman sekarang ini hanya perlu ilmu malaka," ujarnya.

Nggak perlu dalil,... Yang diperlukan adalah kebajikan yang dapat menenangkan jiwa, menenangkan raga, pastinya tidak menyakiti salah satu di antara sekian banyak, para pendengarnya.

Bahwasannya hanya cukup dengan mencontohkan baik, untuk mengajari baik.

Bukan ini juga sudah diajarkan? Rasul!

***

Malaka masih menjadi tanda tanya bagi saya pribadi, pastinya!

Yang jelas, saya masih butuh asupan dalil dan ayat sebanyak-banyaknya. Untuk mengobati segala kebodohan yang ada pada diri ini.


-

aasholah

Komentar